Masyarakat jawa ( bisa di tafsirkan jogjakarta) memang sarat akan filosofi dan pemaknaan. Segala sesuatu hal diperhitungkan dan di pilh dan pilah secara cermat. Menggunakan media (makanan atau apa saja) untuk pengejawantahan/ penjabaran makna. Itulah pustaka jawa.
Seperti hal nya yang satu ini, pada masa panen padi, kebiasaan dari jaman dahulu diadakannya sebuah acara yang dinamakan ‘wiwitan’. wwiwitan secara arti kata wiwit yang berati permulaan dan an pelengkap kata obyek. Ya wiwitan dikala saya kecil menjadi rizki makan bagi anak-anak, dimana sebuah prosesi doa untuk mengawali panen padi. dengan membawa nasi tim kering beserta lauk yang sederhana, yakni sambal gepéng, sebuah sambal yang terbuat dari kedelai yang digoreng lalu di tumbuk setengah halus berasa sedikit pedas dan asin. jika beruntung ada potongan kecil telor rebus. nasi sabal tersebut di bungkus dengan daun umbi-umbian bernama sembodra, menjadikan citarasa nasi sambal gepéng aroma khas daun tersebut. Nasi tersebut di bagikan kepada siapa saja, terlebih ke pada anak-anak. Wiwitan dilakukan secara sendiri-sendiri oleh ibu tani istri dari pak tani si pemilik sawah, jadi jika beruntung anak-anak bisa memperoleh nasi wiwitan secara terus-menerus dalam beberapa hari disaat musim panen.
Namun seiring dengan perubahan zaman, wiwitan saat ini jarang bahkan bisa dikatakan sudah tidak dilakukan lagi oleh ibu-ibu petani.
Hmmm kangen juga akan sebuah acara wiwitan….
****
Akan tetapi sudah 3 kali panen ini warga masyarakat dusun Karasan yang mempunyai sawah di bulak Karasan sudah kembali mengadakan acara wiwitan. Dengan dilakukan bersama-sama, tidak sendiri-sendiri seperti dahulu. Bulak atau area pesawahan yang berada di sebelah barat dusun, mempunyai luas sekitar 1,6 Ha. Dimiliki oleh sekitar separo kurang dari warga dusun, atau sekitar 60 orang.
Ya mereka bersama-sama mengadakan acara wiwitan kemarin sore (Minggu, 5 Juli 2015), sekalian buka bersama. Acara dihadiri oleh 60 warga yang terdiri dari pak tani dan bu tani. Acara santai diiringi doa berharap kepada Tuhan agar panen kali ini mendapatkan hasil yang bagusd an melimpah.
Nasi kukus kering berlaukkan sambal gepéng plus sepotong telur rebus mengiingatkan dan mengembalikan memori ke masa kecil dahulu. Hanya saja bungkusnya berdaun pisang, jika saja berdaun umbi sembodra hmmm…pastinya sempurna .
Nasi sambal gepéng sebagai menu utama, sebelumnya dihidangkan teh hangat, minuman dawet cendol dan sebungkus roti. Makan bersama di pinggir sawah dengan suasana dingin musim kemarau menjadikan nya terasa hangat…nikmat di kala berbuka puasa.
Sambil sesekali menatap tanaman padi yang mulai menguning yang sebentar lagi, sekitar 10 hari, insyaALLAH siap panen.
Disamping doa yang dipimpin oleh Bapak Kaum Rois, ada juga sedikit arahan dari Bapak Suwito selaku kepala pengairan setempat memberi arahan seputar pola tanam. Beliau pun berharap di wiwitan berikutnya bisa mengundang perangkat desa yang terkait masalah pertanian, mungkin juga petugas lapangan semisal PPL, semoga….
….
aku rindu loh ama tradisi kayak beginian maklum di jakarta jarang dilihat kebanyakan di kampungku kus
SukaSuka
Hehehe iya Win, prosesi tradisional memang sudah banyak yang di tinggalkan, jangankan di kota besar, dikampung desaku saja sudah tidak ada, di kampung kamu juga ada prosesi kayak gini Win?
SukaSuka
ada :d
SukaDisukai oleh 1 orang
Ow gitu ya, kirain cuma ada di masyarakat jawa saja.
SukaSuka
di sumatera jg ada
SukaDisukai oleh 1 orang