Akhir Pekan Ini (17-18 Oktober) Akan Ada “Gelar Seni Singosaren Festival Budaya Kotagede 2015”

Festifal Budaya Kotagede – sumber http://www.gudeg.net

Kabar bagi warga Jogja atau Bantul maupun siapa saja yang sedang berlibur di Bantul/Jogja akhir pekan ini yakni hari Sabtu dan Minggu 17-18 Oktober 2015 yang mana akan ada pagelaran aneka kesenian di wilayah Bantul bagian Timur-Laut(timur-utara). Tepatnya di area Taman Parkir Desa Singosaren.

Acara  ini bertajuk “GELAR SENI SINGOSAREN FESTIVAL BUDAYA KOTAGEDE 2015”, yang mana bertujuan sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan Jawa yang adiluhung dan menata kembali pundi-pundi lokal yang dianggap penting bagi kelangsungan sejarah khususnya seni tradisional, juga untuk bisa menggali potensi nilai budaya luhur Kawasan Kotagede khususnya Singosaren dan melestarikan budaya Sigosaren sebagai sumberdaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan  acara ini biselenggarakan atas kerja sama antara Pemerintah Desa Singosaren dan OPKP Singosaren.

Selanjutnya acara ini akan diisi dengan Pentas Bregodo Singosaren, Karawitan Ibu-ibu Sekar Melati, Pentas Tari, Campursari, Thek-thek Bang Bung, Pentas Teater, dan Pentas Jathilan Taruna Bhakti Tama.

sumber : dinas kebudayaan dan pariwisata Bantul.

 

“Mubeng Beteng” Tradisi Keliling Beteng Kraton Yogyakarta Setiap Malam 1 Suro

Ilustrasi acara “Topo Bisu Mubeng Benteng” sumber : http://www.alfiansyafril.wordpress.com

Setiap malam pergantian malam tahun baru Hijriah atau 1 Muharam atau di wilayah Yogyakarta/Jawa dikenal dengan 1 suro, maka ada sebuah tradisi yang bisa disebut unik untuk masa sekarang ini, yakni berjalan dimalam hari mengelilingi wilayah Keraton Yogyakarta.

Yang dinamakan wilayah keraton disini ialah benteng luar, jadi mengeliling dan melintasi benteng yang ada di empat penjuru, pojok beteng Utara-Barat, Pojok beteng Kulon/Barat, Pojok beteng Wetan/Timur dan Pojok Beteng Utara-Timur. maka tersebutlah yang dinamakan “Mubeng Beteng” atau keliling beteng.

Tradisi “Mubeng Beteng” merupakan hal yang telah berlangsung lama, turun-temurun dari generasi ke generasi, bisa jadi telah berlangsung semenjak berdirinya Keraton Ngayogyakarta. Dan ini juga bukan jalan biasa, melainkan sebuah ritual berjalan tanpa berbicara. Maka disebutlah acraa ini dengan kalimat “Prosesi Lampah Budaya Topo Bisu Mubeng Benteng” dan dilaksanakan pada malam hari.

“Kenapa dilaksanakan malam hari, sebagaimana orang tirakat atau prihatin membutuhkan suasana yang sepi di malam hari,” ujar KPH Yudha Hadiningrat sebagai Ketua panitia  Topo Bisu Mubeng Benteng.

Dan dikarenakan Kraton Yogyakarta menetapkan tanggal 1 Suro jatuh pada hari Kamis, maka pelaksanaan Topo Bisu Mubeng Benteng dilaksanakan pada pada Rebu Legi, malam Kemis Pahing, tanggal (14/10/2015) di Kagungan Dalem Plataran Keben, Kraton Yogyakarta.

Ketua Panitia Topo Bisu Mubeng Benteng, KRT Gondohadiningrat menuturkan, acara akan diikuti oleh kerabat kerajaan, abdi dalem, bersama masyarakat dikawal dengan barisan Bregada dari keraton, bersama-sama berjalan mengitari benteng dalam diam, seusai kenduri dan pembacaan doa dan macapat di Bangsal Pancaniti.

“Tepat pukul 00.00, Rombongan akan berjalan mengitari beteng dikawal bregada. Kami pun mengajak masyarakat untuk dapat mengikuti lampah budaya ini,” ujar KRT Gondohadiningrat.

Prosesi dimulai dengan acara kenduri pada pukul 21.30, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa, di Bangsal Pancaniti.

Lagu Macapat Dhandanggula, Kinanthi, dan Sinom selanjutnya disenandungkan. Diakhiri dengan sambutan-sambutan oleh panitia dan Dinas Kebudayaan DIY.

Para peserta topo bisu mubeng beteng akan berjalan dari alun-alun utara melalui jalan kauman, Jalan Wahid Hasyim, Pojok Beteng Kulon, Gading, Pojok Beteng Wetan, melalui Jalan Brigjen Katamso, menyusuri Jalan Ibu Ruswo, Jalan Pekapalan dan berakhir di Keben.

Dan yang lebih menariknya lagi Lampah Budaya Topo Bisu Mubeng Benteng ditetapkan sebagai warisan budaya nasional tak benda tahun 2015 oleh Kementrian Kebudayaan.

Kabid Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan DIY, Erlina Hidayati, mengatakan, pemerintah telah menetapkan Lampah Budaya Mubeng Benteng ini sebagai warisan budaya nasional versi tak benda Indonesia pada tahun 2015 ini.

Ia mengatakan, Dinas Kebudayaan DIY memfasilitasi prosesi budaya ini disetiap tahunnya, agar warisan budaya nasional yang sudah ditetapkan ini tetap ada dan dilanjutkan.

“Pengusulan ini sudah sesuai dengan ketentuan dari kementrian. Kami berusaha agar prosesi budaya yang sudah jadi Warisan Budaya Nasional Tak Benda ini tetap ada di Yogya. Kami akan fasilitasi setiap tahun,” ujar Erlina Hidayati.

(sumber : tribunjogja.com)

Kraton Yogyakarta Menetapkan I Suro Pada Kamis 15 Oktober

KRT Rintaiswara (tengah) ketika menjelaskan penanggalan Jawa Sultan Agungan di kantor Tepas Tanda Yekti Kraton. (Foto : FX Harminanto)

Kraton Yogyakarta mempunyai metode perhitungan sendiri dalam mengitung berjalannya penanggalan waktu. Jadi untuk tahun 2015 ini tanggal 1 Suro 1949/ 1 Muharom 1437H Kraton menetapkan jatuh pada hari Kamis 15 oktober 2015. Berikut berita selengkapnya,

Kraton Yogyakarta menetapkan 1 Suro tahun baru dalam kelender Jawa atau tahun Jimawal 1949 jatuh pada hari Kamis (15/10/2015). Kepastian tersebut telah tertulis dalam penanggalan Jawa yang lazim disebut dengan kalender Sultan Agungan. Bahkan hari-hari penting mulai seratus tahun kebelakang dan seratus tahun kedepan telah tertulis dan dihitung oleh Kraton Yogyakarta dalam kalender tersebut.

“Ini bukan kemauan saya atau siapapun di Tepas Tanda Yekti, namun memang sudah tertulis dan dihitung berdasarkan pedoman paugeran yang sudah dibakukan. Tahun Jimawal 1949 ini jatuhnya tepat pada malam Kamis Pahing (Rabu, 14/10/2015),” ungkap KRT Rinta Iswara sebagai Carik Tepas Tanda Yekti Kraton Ngayogyakarta di Kraton Yogyakarta, Senin (12/10/2015).

Dijelaskannya, perhitungan tersebut telah dilakukan dengan sangat seksama yang dimulai pada tahun 1555 Suro Alip oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Jika dalam Masehi tahun tersebut 1633 dan Sultan Agung mensinergikan tahun Saka dan Islam.

Dalam kesempatan tersebut, Rinta Iswara juga menjelaskan bawasanya penanggalan Jawa mengenal siklus delapan tahunan yang memiliki sebutan tersendiri. Ada tahun Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. “Nah tahun ini adalah tahun Jimawal sehingga 1 Suro jatuh tepat Kamis Pahing (Rabu, 14/10/2015) lepas pukul 16.00 WIB,” lanjutnya.

Oleh karena itulah Kraton berpegang bahwa peringatan 1 Suro yang oleh masyarakat DIY dan sekitarnya dimanfaatkan untuk ritual Topo Bisu Mubeng Beteng dilaksanakan pada Rabu (14/10/2015) malam. Ritual akan dimulai pada pukul 21.30 WIB dan peserta topo bisu akan mulai berjalan pukul 24.00 WIB.

Terkait adanya perbedaan perhitungan 1 Sura oleh beberapa kelompok masyarakat lainnya, Kraton pun enggan menilainya sebagai permasalahan. “Kraton punya penanggalan tersendiri dan telah berjalan ratusan tahun jadi apabila ada yang berbeda ya Kraton tak bisa fasilitasi,” ungkap Wakil Penghageng Tepas Tanda Yekti KPH Yudhahadiningrat.

(sumber :  http://www.krjogja.com)