KRT Rintaiswara (tengah) ketika menjelaskan penanggalan Jawa Sultan Agungan di kantor Tepas Tanda Yekti Kraton. (Foto : FX Harminanto)
Kraton Yogyakarta mempunyai metode perhitungan sendiri dalam mengitung berjalannya penanggalan waktu. Jadi untuk tahun 2015 ini tanggal 1 Suro 1949/ 1 Muharom 1437H Kraton menetapkan jatuh pada hari Kamis 15 oktober 2015. Berikut berita selengkapnya,
Kraton Yogyakarta menetapkan 1 Suro tahun baru dalam kelender Jawa atau tahun Jimawal 1949 jatuh pada hari Kamis (15/10/2015). Kepastian tersebut telah tertulis dalam penanggalan Jawa yang lazim disebut dengan kalender Sultan Agungan. Bahkan hari-hari penting mulai seratus tahun kebelakang dan seratus tahun kedepan telah tertulis dan dihitung oleh Kraton Yogyakarta dalam kalender tersebut.
“Ini bukan kemauan saya atau siapapun di Tepas Tanda Yekti, namun memang sudah tertulis dan dihitung berdasarkan pedoman paugeran yang sudah dibakukan. Tahun Jimawal 1949 ini jatuhnya tepat pada malam Kamis Pahing (Rabu, 14/10/2015),” ungkap KRT Rinta Iswara sebagai Carik Tepas Tanda Yekti Kraton Ngayogyakarta di Kraton Yogyakarta, Senin (12/10/2015).
Dijelaskannya, perhitungan tersebut telah dilakukan dengan sangat seksama yang dimulai pada tahun 1555 Suro Alip oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Jika dalam Masehi tahun tersebut 1633 dan Sultan Agung mensinergikan tahun Saka dan Islam.
Dalam kesempatan tersebut, Rinta Iswara juga menjelaskan bawasanya penanggalan Jawa mengenal siklus delapan tahunan yang memiliki sebutan tersendiri. Ada tahun Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. “Nah tahun ini adalah tahun Jimawal sehingga 1 Suro jatuh tepat Kamis Pahing (Rabu, 14/10/2015) lepas pukul 16.00 WIB,” lanjutnya.
Oleh karena itulah Kraton berpegang bahwa peringatan 1 Suro yang oleh masyarakat DIY dan sekitarnya dimanfaatkan untuk ritual Topo Bisu Mubeng Beteng dilaksanakan pada Rabu (14/10/2015) malam. Ritual akan dimulai pada pukul 21.30 WIB dan peserta topo bisu akan mulai berjalan pukul 24.00 WIB.
Terkait adanya perbedaan perhitungan 1 Sura oleh beberapa kelompok masyarakat lainnya, Kraton pun enggan menilainya sebagai permasalahan. “Kraton punya penanggalan tersendiri dan telah berjalan ratusan tahun jadi apabila ada yang berbeda ya Kraton tak bisa fasilitasi,” ungkap Wakil Penghageng Tepas Tanda Yekti KPH Yudhahadiningrat.
(sumber : http://www.krjogja.com)