
Ilustrasi acara “Topo Bisu Mubeng Benteng” sumber : http://www.alfiansyafril.wordpress.com
Setiap malam pergantian malam tahun baru Hijriah atau 1 Muharam atau di wilayah Yogyakarta/Jawa dikenal dengan 1 suro, maka ada sebuah tradisi yang bisa disebut unik untuk masa sekarang ini, yakni berjalan dimalam hari mengelilingi wilayah Keraton Yogyakarta.
Yang dinamakan wilayah keraton disini ialah benteng luar, jadi mengeliling dan melintasi benteng yang ada di empat penjuru, pojok beteng Utara-Barat, Pojok beteng Kulon/Barat, Pojok beteng Wetan/Timur dan Pojok Beteng Utara-Timur. maka tersebutlah yang dinamakan “Mubeng Beteng” atau keliling beteng.
Tradisi “Mubeng Beteng” merupakan hal yang telah berlangsung lama, turun-temurun dari generasi ke generasi, bisa jadi telah berlangsung semenjak berdirinya Keraton Ngayogyakarta. Dan ini juga bukan jalan biasa, melainkan sebuah ritual berjalan tanpa berbicara. Maka disebutlah acraa ini dengan kalimat “Prosesi Lampah Budaya Topo Bisu Mubeng Benteng” dan dilaksanakan pada malam hari.
“Kenapa dilaksanakan malam hari, sebagaimana orang tirakat atau prihatin membutuhkan suasana yang sepi di malam hari,” ujar KPH Yudha Hadiningrat sebagai Ketua panitia Topo Bisu Mubeng Benteng.
Dan dikarenakan Kraton Yogyakarta menetapkan tanggal 1 Suro jatuh pada hari Kamis, maka pelaksanaan Topo Bisu Mubeng Benteng dilaksanakan pada pada Rebu Legi, malam Kemis Pahing, tanggal (14/10/2015) di Kagungan Dalem Plataran Keben, Kraton Yogyakarta.
Ketua Panitia Topo Bisu Mubeng Benteng, KRT Gondohadiningrat menuturkan, acara akan diikuti oleh kerabat kerajaan, abdi dalem, bersama masyarakat dikawal dengan barisan Bregada dari keraton, bersama-sama berjalan mengitari benteng dalam diam, seusai kenduri dan pembacaan doa dan macapat di Bangsal Pancaniti.
“Tepat pukul 00.00, Rombongan akan berjalan mengitari beteng dikawal bregada. Kami pun mengajak masyarakat untuk dapat mengikuti lampah budaya ini,” ujar KRT Gondohadiningrat.
Prosesi dimulai dengan acara kenduri pada pukul 21.30, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa, di Bangsal Pancaniti.
Lagu Macapat Dhandanggula, Kinanthi, dan Sinom selanjutnya disenandungkan. Diakhiri dengan sambutan-sambutan oleh panitia dan Dinas Kebudayaan DIY.
Para peserta topo bisu mubeng beteng akan berjalan dari alun-alun utara melalui jalan kauman, Jalan Wahid Hasyim, Pojok Beteng Kulon, Gading, Pojok Beteng Wetan, melalui Jalan Brigjen Katamso, menyusuri Jalan Ibu Ruswo, Jalan Pekapalan dan berakhir di Keben.
Dan yang lebih menariknya lagi Lampah Budaya Topo Bisu Mubeng Benteng ditetapkan sebagai warisan budaya nasional tak benda tahun 2015 oleh Kementrian Kebudayaan.
Kabid Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan DIY, Erlina Hidayati, mengatakan, pemerintah telah menetapkan Lampah Budaya Mubeng Benteng ini sebagai warisan budaya nasional versi tak benda Indonesia pada tahun 2015 ini.
Ia mengatakan, Dinas Kebudayaan DIY memfasilitasi prosesi budaya ini disetiap tahunnya, agar warisan budaya nasional yang sudah ditetapkan ini tetap ada dan dilanjutkan.
“Pengusulan ini sudah sesuai dengan ketentuan dari kementrian. Kami berusaha agar prosesi budaya yang sudah jadi Warisan Budaya Nasional Tak Benda ini tetap ada di Yogya. Kami akan fasilitasi setiap tahun,” ujar Erlina Hidayati.
(sumber : tribunjogja.com)