Perlunya Edukasi Kepada Masyarakat Akan Maraknya Batu Akik

aneka batu akik

aneka batu akik

aneka batu akik

aneka batu akik

Batu yang indah warnanya dan di bentuk setengah oval dan begitu halus dan mengkilap di kenal masyarakat kita dengan nama ‘akik’. Memanglah indah suatu batu mineral yang mengeras, bila disinari maka akan muncul warna-warna nan menakjubkan. Pada sebuah talk show si sebuah televisi swasta TransTV yang dipandu oleh Rafi Ahmad dan Ayu Dewi pernah mengupas tentang batu akik, kurang lebih seminggu yang lalu, dan memanglah membuat terpesona. Karena kelangkaannya, sebuah batu yang berwarna hijau tua tersebut hmm apa namanya ya, saya lupa, harganya mencapai 200 juta, gleg…200 juta bung! bahkan ada yang lebih dari segitu, aa yang kasih berwujud batu utuh belum dibentuk saja harganya mencapai ratusan juta, nah…bikin ‘bengong’ khan…?
Dan dengan ‘boomingnya’ batu akik saat ini membawa efek positif dan negatif, kali ini akan saya kupaskan beberapa efek negatif dengan euforia akan batu akik, dari orang dewasa hingga ke anak-anak yang hanya ikut-ikutan, malah mendapatkan efek negatif akan fenomena ramainya batu akik.

Maraknya efek negatif yang timbul dari meledaknya pamor batu akik mengundang pecinta batu mulia untuk ikut berkomentar.

Dwi Suyono, Ketua Komunitas Pecinta Batu Akik Mataram Gemstone menjelaskan hal tersebut saat ditemui di tengah Pasar Batu Akik dan Mulia di Resto Lembah Desa, jalan Imogiri Timur, Rabu (15/4/2015).

Kasus terbaru mengenai pencurian batu mulia di nisan beberapa makam di Bantul, serta seorang anak yang tertabrak kereta karena mencari batu akik tak lepas dari perhatian Dwi.

Dwi mengungkapkan efek negatif tersebut sebagai fenomena yang harus dicermati semua pihak. “Ketika permintaan tinggi, banyak yang berburu, sampai pada cara-cara yang salah,” jelasnya.

Menurutnya hal ini jadi tanggungjawab semua pihak untuk sama-sama memberikan edukasi yang benar tentang fenomena batu akik.

“Jangan dibiarkan anak-anak tidak paham apa itu batu akik, dan malah mencari batu akik di rel kereta api, pasti tidak ada,” ungkapnya.

Meski mengakui ada efek negatif dari fenomena batu akik, Dwi tetap menganggap batu akik masih punya prospek di masa depan.

Dwi mencontohkan, batu akik khas suatu daerah bisa menjadi aset daerah yang bernilai ekonomis. Selain itu, batu akik juga dianggap bisa memajukan ekonomi masyarakat.

“Berapa banyak home industry pengasah batu akik sekarang? Banyak sekali kan,” jelasnya.

(sumber : tribunjogja.com)

apa nih ya namanya?

apa nih ya namanya?

Inovasi Kuliner : “Gudeg Dalam Kaleng”, Bisa Tahan Hingga Satu Tahun

Gudeg merupakan sebuah sayur khas dari Jogja, sayur adalah pelengkap makan nasi. Nah saat ini gudeg semakin berkembang pesat, dimana gudeg bisa dijadikan oleh-oleh khas dari Yogyakarta.

Awal mula gudeg dijadikan buah tangan khas dari Jogja di bungkus atau di tempatkan dalam kuali (tempat mamasak makanan khas  Jogja yang terbuat dari tanah liat/ gerabah).

Seiring dengan perkembangan zaman, kini gudeg mulai di tempatkan atau di beri wadah dengan kaleng layaknya produk kaleng ikan laut. Dengan tujuan agar lebih tahan lama, dan mudah dalam membawanya gudeg kaleng mulai gencar diproduksi. Pasalnya, sejumlah pemilik usaha kuliner bidang ini menyediakan gudeg kaleng dengan daya awet sampai satu tahun.

Dan produk gudeg kalen ini pun mulai dipasarkan ke manca negara. Agar gudeg kaleng lebih dikenal masyarakat luas maupun tingkat penjualannya maksimal, tak jarang dipromosikan secara online. Semakin mantap lagi lagi jika diikutkan event-event pameran secara rutin.  Hal seperti ini pun telah dilakukan Yudistira Panji Lelana, cucu dari Ny Elies Diah Darmawati (pemilik gudeg Bu Lies). Ia yang dipercaya sebagai tim pemasaran, antara lain telah membuat Facebook, Twitter dan Blog yang biasa digunakannya untuk mempromosikan gudeg kaleng. Dalam waktu dekat ada keinginan juga membuat website.

“Pemesan secara online menggembirakan juga, sebagian malah menjadi reseller dan biasa memesan sampai 50 kaleng,” jelas Yudistira.

Yudistira menambahkan, gudeg kaleng yang dibeli secara online, khusus dari luar DIY antara lain pernah dikirim sampai DKI Jakarta, Balikpapan, Lampung, Surabaya dan Riau. Jumlah pesanan minimal tiga kaleng dan jika memesan minimal sampai 20 kaleng bebas ongkos kirim (khusus pesanan masih di Pulau Jawa). Adapun berat satu kaleng 300 gram dan jika dibuka dapat digunakan untuk makan dua sampai tiga orang.  Harga gudeg kaleng saat ini dibanderol Rp 30.000 perkaleng.

“Kami sudah mempunyai tempat pengalengannya di daerah Sorosutan Yogya. Tingkat keawetan di dalam kaleng bisa sampai satu tahun, antara lain karena sistem pengalengannya sempurna. Sebelum diisi gudeg maupun setelah diisi gudeg disterilisasi dan di dalamnya tidak ada udaranya,” ungkapnya.

Menurut Yudistira, dalam satu kemasan kaleng tersebut berisi olahan gudeg berbahan baku nangka muda, telur itik, daging ayam dan krecek dari  kulit sapi. Bumbu-bumbu yang digunakan juga sama, sehingga cita rasanya persis dengan gudeg biasanya. Selain itu tanpa menggunakan MSG, zat kimia maupun bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan. Soal kehalalannya juga tak perlu diragukan, sebab sudah mengantongi sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Lalu cara menghidangkan sebelum dikonsumsi, antara lain cukup dibuka kalengnya, ditempatkan di piring dan dihangatkan menggunakan microwave.  Jika tak punya microwave, kaleng cukup dimasukkan ke dalam panci yang telah dikasih air panas mendidih.  Lalu ditunggu  beberapa menit sampai kira-kira gudegnya hangat, setelah itu kaleng segera dibuka dan segera disantap dengan nasi.

Demikian sedikit tentang sebuah inovasi kuliner khas Jogja, yakni Gudeg Kaleng, ingin membelinya ? silahkan datang ke

Jl. Wijilan No. 5, Yogyakarta,

sumber :krjogja.com