
Senin (28/12) lalu kami seharian (8 jam) di sawah, ndaut atau mencabuti benih padi, ini kerjaan yang paling memegelkan (paling membuat punggung pegal maksudnya 😉). Bagaimana tidak, berjam-jam membungkuk, jongkok ; mencabuti satu demi satu dari beribu helai benih. Itu juga di kerjakan bertiga, di bantu istri dan anak. Didaerah kami masih ada beberapa pekerjaan sawah yang masih dikerjakan secara konvensional (dengan tangan) seperti Ndaut ini. Sebenarnya pernah dengar juga, ada trik untuk lebih efisien dan efektif pada proses dalam pengerjaan nya, yakni dengan dilapisi semacam jejaring, atau kain berongga gitu, jadi saat benih sudah siap tanam, kita tinggal menarik kain tersebut, kita tinggal mbenteli atau mengikat nya saja, pasti lebih hemat waktu dan tenaga bukan? , tapi bagi kami masih sebatas angan-angan saja.

Prosesnya bagaimana sih?
Well, detail dari Ndaut adalah mencabut helaian benih padi satu persatu, dari persemaian yang berupa bedengan. Dengan media lahan sawah yang pasti basa/ berlumpur, tanah mengandung air, jadi setiap helai benih pasti ada tanah / lumpur yang terbawa, di bagian akarnya, jadi segenggam demi segenggam benih dikopyok dulu, atau dibersihkan dengan air. Setelah bersih, sekitar 5-6 genggam, kemudian dijadikan satu dengan ‘dibentel’ atau diikat.

Satu bentel ini bisa untuk ditanam satu undur ‘blak’, blak merupakan alat untuk tanam padi, biasanya berupa bilah bambu, ada juga sih yang dari kayu dengan panjang sekitar 3 meter yang diberi tanda pada jarak tertentu. Sedangkan satu undur itu sekitar 10 langkah ya sekitar 5 meter-an lah kebelakang. Jadi 1 bentel bisa untuk ditanam sekitar 3×5 meter persegi. Loh koq ke belakang? Iya karena tandur itu langkahnya ke belakang atau mundur.

Butuh ketrampilan tersendiri pada dalam menanam padi/ tandur ini, agar tertanam lurus/rapi, meski terampil dan sudah terbiasa. Jadi kami biasanya menyerahkan tugas ini kepada para tukang buruh tandur, baik dari tetangga maupun tetangga kampung. Yang lazimnya mereka dari kalangan ibu-ibu, yang pastinya lebih telaten. Menancapkan benih sesuai tanda, disamping lahan yang tidak tergenang air tentunya menjadi dasar tandur bisa rapi dan lurus.
Untuk biaya tandur sistemnya borongan, ada keunikan tersendiri perhitungannya, yakni dengan luas lahan mininal dikerjakan oleh berapa orang, satu orang dengan upah/ bayarannya sekian. Bisa jadi per daerah beda beda upah tentunya, karena sistem borongan juga kali ya. Seperti didaarah kami, ukuran luas lahan menyebutnya dengan ‘lobang’. Jadi semisal 30 lobang itu dikerjakan oleh dua orang, dengan upah per orang 25 ribu rupiah. Tapi jika dikalkulasikan sih untuk satu lobang biayanya sekitar Rp 1.500-an . (1lobang = 1×10 meter)
Well, kita flashback ke pekerjaan sebelumnya yakni tebar benih atau kami menyebutnya dengan istilah ‘ngurit’. Sesuai empiris, untuk lahan tanam seluas 150 lobang (1500 meter persegi) butuh benih padi sebanyak 7,5 kilogram, (dengan catatan: benih hasil beli bukan turunan hasil tanam sendiri, karena kalau hasil turunan kualitas hidup benih sedikit lebih rendah). Dengan 7,5 kilogram benih membutuhkan luas lahan persemaian sekitar 2×5 meter persegi. Nantinya akan menghasilkan benih sebanyak 55 bentel/ikat.