‘Bee’ Story : Solo Ridding Road To Bandung-Rancabuaya-Garut

[18-Maret-2017]

Sejak dari pagi, Cirebon sudah diguyur hujan tanpa henti hingga sore menjelang.
Mengingat cuaca seperti ini siapapun pasti akan ‘nge-per’ bila ada agenda keluar rumah, mending rebahan di bed dan tarik selimut. Begitu pula dengan aku, ada rasa ingin mengurungkan niat bepergian, yang tidak suka hujan . Tapi niatku untuk hadir diacara ini [Aniversary 1st D’Raptor Brother Bandung ] lebih kuat dari rasa malas yang mendera.
Jam 18.00 hujan masih tetap tercurah mesti tidak selebat sebelumnya. Gas slow start dari Cirebon jam 18.30..

***

Seperti biasa, 120 km aku tempuh dalam 2 jam 30 menit, meskipun kali ini ditemani hujan tanpa jeda.
Sampai di Buah Batu jam menunjuk angka 21.00 lebih sedikit..
Aku tidak tau jalan ke gunung Putang, hanya berbekal panduan dari pa de bc B.c. Andriyono dan info dari mang Darrel Utama Alex Lexy om Ozzo Thea, om Jamesbon ProRent Brow dan om Kang Avy membuatku yakin saja.
2 kali menghadiri aniv. sebelumnya di Soreang, sudah lumayan hapal tempat ini. Sudah ‘ku duga GPS juga tidak banyak membantu , 2 provider yang aku punya juga tidak ada jaringan sejak dari Cirebon.
Menyerah? No Way.. Dikamus ku kata itu ” tidak ada”
Tekadku untuk semua hal yang aku inginkan , apapun itu jauh lebih kuat dari hal-hal yang mengurungkan nya.
Bukan juga karena sudah terlanjur ijin pada bang djoy selaku pembina CCB dan bunda Inuk Blazer bundanya Lady Bikers Iblbc.
Tapi Draptor Brother adalah club yang sudah lama aku cari, yang didalamnya aku ingin bernaung dan belajar banyak hal. Menjadi bagian dari mereka adalah keinginan yang tidak bisa aku bantah.
Single fighter itu menyenangkan, tapi jauh lebih menyenangkan bersosialisasi dengan orang-orang positif yang punya misi & visi sama.
Sebaliknya, ‘sendiri’ jauh lebih baik dari pada bersama orang orang negatif.

**
Melewati Bojong Soang , Baleendah dan Banjaran dengan mudah, meski melaju pelan-pelan saja karena takut tersesat , beberapa kali bertanya ke orang-orang yang aku temui dijalan hanya untuk memastikan arahku benar.
Didepan ada tanda-panah arah taman Bugenville, kembali aku bertanya pada beberapa tukang ojek diperempatan yang jawabannya membuatku sedikit tercekat.
nanti lurus sampe mentok, jangan balik lagi kalo belum ketemu ujungnya. Sekitar 12 km ” kata mereka.
Eh busyet deh, kata batinku. Ini aja udah jam 22.00 lewat dikit . Daerah pegunungan itu pastilah tidak akan seramai tempat biasa.
Nge-per? Iyaa, sedikit.
Tapi seperti ada dinding dibelakang kita, maka kita tidak punya pilihan selain maju terus.
Singkat cerita akhirnya sampai juga ditujuan jam 23.00 lebih. Selain aku, ternyata ada Amar yang juga terlambat datang, jauh setelah aku tiba.


Sebenarnya tidak ada rencana kalo akhirnya meng-explore Rancabuaya. Ide tersebut tercetus spontan begitu saja ditengah perbincangan dan canda-tawa bersama.

***
Petualangan dimulai disini,
rutenya Gunung Puntang-Situ Cilenca-Cisewu-Rancabuaya-Pamengpek-dst…

***
Setelah berpisah dari teman-teman D’Raptor,  gas selow mengikuti jalan saja. Tidak butuh waktu lama ternyata sudah sampai di Situ Cilenca.


Cukup mengambil beberapa gambar di Situ Cilenca, aku lanjutkan perjalanan sejauh 74 km, begitu dari rambu jalan yang tadi aku lewati bilamana hendak ke tujuan awalku.
74 km itu sama dengan jarak Cirebon-Cibereum, prediksiku sekitar kurang-lebih 2 jam, karena sedikit info tadi katanya jalan berkelok turunan dan tanjakan.
Eh Ternyata jadi molor 3 jam, terpesona pada view yang ada pada desa setelah Situ Cilenca yang mirip sekali dengan view seperti di DOMPU, NUSA TENGGARA.

Lebih jauh setelah puas menikmati desa Cisewu yang ternyata juga adalah tempat wisata kuliner di depan, namun  terjadi longsor.

Kejadian longsor itu sendiri saat aku tiba, sudah penuh kendaraan yang juga sudah ada tindakan untuk membuka jalan.

Dan akhirnya selang 15 menit jalan yang longsor sudah bisa dilalui lagi.

Sempat terjadi insiden kecil disini, karena tanah merah yang diguyur air menjadi begitu licin membuat beberapa yang lewat tergelincir termasuk ‘ Bee ‘ .

‘Bee’ jatuh karena rem belakang yang ku injak membuat ban belakang kehilangan keseimbangan, untunglah jatuh-nya cantik, karena, sebelum bee jatuh, aku sudah melompat duluan.

Lanjut gas .. Perjalanan menjadi membosankan karena biasa saja.

***

Baru setelah masuk Rancabuaya , viewnya cantik sekali, mirip seperti di PACITAN, JAWA TIMUR.

Puas bermain di tiga pantai, Rancabuaya; Santolo dan Sayangheulang, saatnya kembali lanjutkan perjalanan pulang ke Cirebon.

***

Lagi-lagi perjalanan ini menjadi begitu berkesan, view selanjutnya yang aku lalui mirip seperti di kota Wisata BATU, Malang dan juga Dieng. Waah benar benar penuntas dahaga kesegaran.

***

Lanjuut….

Sampai GARUT kota, aku sempatkan diri untuk minum air-putih banyak-banyak sambil mengecek signal, dan ternyata ” ada “. Lumayan bisa bikin status dan membalas beberapa chat.

Sumedang adalah tujuanku berikutnya, tapi ternyata dari beberapa orang yang aku temui menyarankan untuk tidak lewat Wado. Karena pernah dan juga lebih baik nurut dengan yang lebih tahu, aku putuskan untuk lewat Nagrek-Rancaekek, meski lebih jauh, tapi pada prinsipnya ‘nikmati saja’.

Ternyata Rancaekek-nya banjir , ‘kadung‘ sudah terjebak, mau-tidak-mau, ikut arus saja….

Air sudah hampir setinggi knalpot ditambah hujan kembali turun. Takut air masuk ke motor, akhirnya mesin aku matikan. Knalpot dibungkus plastik rapat-rapatdan seorang anak kecil yang membantu mendorong ‘bee’.

Selanjutnya, alhamdulilah pulang lancar dan sampai di Cirebon dengan sehat-selamat jam 23.20

Ucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih -sayang dan welas-asih-NYA, Aiptu Djoy yang selalu memonitor kemanapun pergi, Bunda Inuk, om Suparman Tjangra , abang Lois De Failuku, ko Lingga Sym Kesambi, om Dian Herdiana, om KevinArdyanto, om Ersan Suria Pranoto, om Billy B. Afriansyah, om Gerry J Mirza, om Ferry F Satiri, om Jimmy Aleksandria, om Kang Irvan Soebagdja dan semua nya mohon maaf jika tidak ter-sebut.

Terimakasih banyak

Sampai nanti sampai bertemu lagi.

Salam..

 

Biker Tuh Tangguh & Ga Cemen, Meskipun Lady Biker

Dewi bersama 'bee'

Dewi bersama ‘bee’

Yach…memang begitulah kebanyakan jiwa dari para biker, sosok biker =suka dengan berkendara motor , berjiwa never give up= tangguh dan tidak cemen= tidak cengeng.

Resiko cidera saat berkendara sepedamotor memanglah lebih besar dari berendara mobil, akan tetapi sensasi naik motor sungguh luar biasa dibandingkan jika kita bermobil, terlebih saat touring……hmmm luar biasa mengasyikkan, ……asikknya menyalip zig-zag diantara kendaraan besar, cornering, melewati jalan pegunungan, berkelok dan naik-turun, hempasan angit saat ‘top speed’ dan masih banyak lagi.

Tapi ya begitu, resiko lebih besar cidera lebih besar, mengerem mendadak saja, jika naik motor bisa selip dan terjatuh, sedikit terbentur / bersenggolan juga bisa jatuh. Tapi sekiranya aksiden yang ringan saja, mustinya para rider tetap keep fight, ora popo, ora pasah, tangguh, berjiwa besar dan kuat, segera sadarkan diri, segera berdiri lagi dan berkendara lagi.

Kenapa harus begitu? Kenapa harus segera bangun dari jatuh? Iya karena untuk menghindari bahaya yang lebih besar, siapa tau dibelakang kita ada kendaraan lain. Dan juga menunjukkan bahwa jiwa para rider memanglah begitu, tangguh dan ga cemen, meskipun seorang wanita, seperti kisah dari Dewi Siti Hawa,  si single fighter dari Cirebon

Dewi mengisahkan short touring nya ke Bandung dalam menghadiri event ‘Bandung Supermoto’ dan Aniversary Women On Wheel(WOW)…

Dewi saat di Bandung

Dewi saat di Bandung

Ditabrak angkot di Carefour Kiara Condong ‘ Bandung..

 

Yang namanya musibah itu memang enggak bisa diprediksi , ditebak, meski Minggu lalu baru jatuh di Sumedang.

 

Mobil ngerem mendadak.. Kondisi hujan posisi ditengah jembatan. Badan jembatan dari plat..

 

Aku ngerem yang ada roda jadi selip. Motor oleng dan aku lepas dari kemudi, akhirnya aku terlepas dari motor dan  jatuh duluan, dan motor terkempar 3 meter ke tengah jalan.

 

Alhamdulilah tidak apa-apa, badan tidak ada yang terluka, untungnya saat itu kondisi jalan  sepi, langsung bangun dan  jalan lagi, tetep lanjut tujuan.

 

Sakit siiih tapi selagi masih bisa berdiri ” don’t ever Give up “..

 

Eh malam berikutnya tanggal 15 Oktober ’16, terulang lagi.

Saya sudah hati hati, sudah pelan sudah ngalah, eeee angkotnya nyerudug..gubrak

 

Beruntung ada teman-teman dari klub kings Bandung yang sigap membantu saya bangun juga bee ku..

 

Begini kronologisnya…

 

Entah awal nya bagaimana, tau tau si angkot sudah nyerempet aja ‘ , stang si bee (Yamaha Byson-tungganganku) nyangkut dipintu angkot. Dan detik berikutnya aku  terjerembab jatuh bersam bee dan terseret berapa meter..lumayan jauh dari traffic light.

Si bapak supir angkot rupanya panik, tancap gas dan kabur. Untunglah bapak Polantas-Edwin yang berada tidak jauh dari tkp, cukup tanggap dan sigap akan keaadaan saat itu, dan segera mengejar angkot, aksi kejar-mengejar yang seru berakhir juga, berakhir dengan sedikit tragis sih. setelah angkot menabrak rumah.

 

Aku memilih untuk tidak memperpanjang masalah. Dan aku berpikir kasian juga bapak supirnya karena sudah kena pasal berlapis.

Luka kecil hal yang biasa bagi Dewi

Luka saat di tabrak angkot

Lecet-lecet

Lecet-lecet

 

Tunggangan Dewi

Tunggangan Dewi

 

Yang penting aku selamat sehat , bee juga gapapa.. Aku keingat dan ikut anjuran Nabi SAW….

Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersada yang maksudnya, “Siapa yang melapangkan satu kesusahan orang yang beriman daripada kesusahan-kesusahan dunia, Allah akan melapangkan orang itu satu kerumitan dari kerumitan akhirat. Dan siapa yang memudahkan orang yang susah, Allah akan memudahkannya didunia dan diakhirat. Siapa yang menutup keaiban orang Islam, Allah akan menutup keaibannya didunia dan diakhirat. Dan Allah sentiasa menolong hamba itu selagi hamba itu mahu menolong saudaranya.” (Hadis Riwayat Muslim)

Keajaiban Dewi Siti Hawa Saat ‘Short Touring’ Cirebon -Semarang

Lady biker asal Cirebon 'Dewi Siti Hawa'

Lady biker asal Cirebon ‘Dewi Siti Hawa’

Berikut cerita pendek saat touring pendek dari lady biker yang gemar solo touring asal Cirebon, Dewi Siti Hawa…

******

Finally I’m home at 2.00 am… Syukur beribu syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, trip kali ini —saat menghadiri Jamnas (Jambore Nasional) Bionic di Semarang–, seakan mendapat keajaiban. Pergi & Pulang, sepertinya disibakkan jalan. Saat pergi, ada kemacetan dikarenakan ada mobil yang terguling di kota Batang, akan tetapi tiba-tiba disapa rider R15 dan dibuka jalan hingga sampai kita tujuan –Semarang…amazing…🙏👏🎢🐆🔜🔚

Dewi saat di Batang

Dewi saat di Batang

Dan saat perjalanan pulang, lembab terjebak macet total sepanjang Pemalang  hingga Brebes, lagi aku terkesima ketika ada Kings rider yang memberi isyarat meminta untuk diikuti, night adventure pun dimulai, dengan  keluar-masuk gang ‘kelinci‘, parit, tambak, dan sawah.  tetiba sudah nonggol di terminal Tegal. Belum hilang rasa kagum, entah dari mana datangnya, seketika telinga kanan-kiriku dibisingkan oleh raungan suara knalpot dua silinder dari teman-teman KNB, Kawasaki Ninja 250 yang tanpa sungkan menyapa dan mengajak bergabung. Namun masih tetap kings rider yang jadi RC(Road Capten) /leader.

Berbarengan kami geber-geber kendaraan yang ga mau kasih jalan, selap-selip di antara lorong, sampai berakhir sudah semua perintang dan tertinggal jauh dibelakang. Lalu teman-teman pun mengucap salam, dan pergi.

Ajaib bukan??? Mereka datang dan pergi seketika, datang dan pergi  di saat yang tepat, Sungguh Tuhanku begitu luar biasa mengirim malaikat sesuai kebutuhan dan keadaan..

Jika tidak ada mereka, pasti saya bersusah payang mengurai kemacetan, bahkan bisa terjebak di red line/ kemacetan. Jarak Semarang – Cirebon dalam keadaan macet seperti itu, bisa ditempuh dalam waktu 5 jam. Jikalau sitkon normal sih, wajarnya hanya butuh waktu sekitar 3 jam saja.. But its …Amazing..its miracle…like a fly, like a dream…
# thanks a lot my lord

Dewi saat di Semarang

Dewi saat di Semarang

received_198024267305658

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi bersama rekan bikers

Dewi bersama rekan bikers

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Cerita Dewi Siti Hawa : ‘Solo Riding’ Jawa-Bali-Lombok

Seperti yang sudah saya utarakan pada artikel sebelumnya bahwa akan ada kisah-kisah menarik dari perjalanan berkendara sendirian/ single touring dari sosok gadis bernama Dewi Siti Hawa , benar-benar ga percaya kalo enggak kita baca, lo harus baca man…

Dan untuk yang pertama kita angkat Solo Riding Jawa-Bali-Lombok” dan berikut kisahnya………………………..

Rabu, 15 Juli  pukul 17:30WIB aku mulai melaju pelan keluar dari kota tercinta Cirebon, gas tipis-tipis , rest point pertama adalah kota Solo(Surakarta), pikiran langsung tertuju kesana, dimana seorang teman telah menunggu disana. Namun ternyata sitkon  tidak seperti yang aku perkirakan, arus mudik begitu ramai, bahkan bisa dikatakan  padat merayap. Dibeberapa titik sepanjang Pantura arus lalu lintas tersendat, sempat terjebak macet tidak bisa bergerak. Sepanjang jarak Cirebon-Pekalongan baru kali ini aku ditempuh begitu lama yakni selama 4 jam, hampir dua kali lipat dari biasanya yang cukup 2,5 jam saja.
Tiba di Pekalongan aku punya tempat untuk ngopi favorit yaitu ‘sat pekalongan’ disamping kiri jalan dekat Pasar Batik, teman teman dikota juga sangat tau kebiasan saya itu dan biasanya tanpa diminta ada saja yang sudah menunggu, dan begitu juga kali ini di kota Manggis ini. Diluar dugaan ternyata si teman sudah menyiapkan makan malam dirumahnya, sebagai tamu jelas tidak kuasa untuk aku menolak, dalam hati hanya bisa berujar.. “Hadeww bisa berabe nih malam-malam makan, duuh touring kali ini body pasti bakalan  membengkak..”

Begitu tiba dirumah teman saya di Pekalongan ini, juga telah banyak teman-teman lain yang sudah menunggu dan,… dan tentunya telah tersaji hidangan yang menggugah selera, terlalu sulit untuk menolak, tak kuasa menahan program diet…… seketika terlena dan lupa…twing-twing…dengan lahap menyantap hidangan yang tersaji didepan mata….”Hehehe rejeki jangan ditolak, ga’ baik”

Usai santap makan malam, bercengkrama dan menuntaskan rindu dengan teman-teman, lalu saya ijin undur diri berpamitan untuk melanjutkan perjalanan, dengan berat hati mereka melepasku, sebenarnya waktu itu hampir jam 12 malam dan mata juga sudah mulai menggantuk(mungkin juga karena efek abis makan ).
Tapi aku harus tetap ‘ngegas’ sesuai jadwal. Pantura selarut itu kupikir jalanan sudah lenggang, tapi teryata tidak ubahnya sewaktu sore tadi, suasana masih ramai, bahkan semakin ramai.. “Syukurlah”, ucapku dalam hati karena usai kota Batang adalah Alas Roban. Aku biasa lewat hutan ini (yang imejnya  rada gimana gitu) di waktu dini hari, pun tetap ramai jadi dirasa cukup aman.

Alas Roban terlewati  lalu keluar dari kota Kendal jalanan mulai lenggang, tapi lagi-lagi rasa kantuk datang mendera dan semakin menjadi, sambil menahan rasa kantuk  masuklah aku bersama si kebo merah ke kota Semarang yang mana jalanan sudah mulai sepi. “Hoahmmm…” tidak kuasa lagi menahan rasa kantuk, si kebo’ kesayangan ‘ku hela untuk menepi, ku  pinggirkan dari jalan dan ku parkir di depan swalayan 24 jam-Indomaret kota Bawen , disini ada posko yang juga telah penuh dengan teman-teman pemudik, hampir 2 jam tertidur disini….z z z z z…pulas..

……..dan…Whattts…

Jam sudah menunjuk pukul 3 pagi…
“waduh” ada perasaan bersalah, ini pastinya membuat temanku menunggu’ di Surakarta. Bergagaslah aku ajak kebo-ku berlari sedikit kencang.. Jalanan sepanjang Bawen sampai Solo tidak pernah sepi .. Memasuki Salatiga,…brrrr….hiii… dingiiinn banget, hingga dinginnya menembus jaket rangkap yang ku kenakan, nyaris tembus kulit.
Jam 4.30 pagi, hari 1
aku sudah masuk kota Kartasura... lalu menjumpai temanku yang berdiri menyambut sambil tertawa membuka sapa..riang sekali…Namun kusambut senyum kantuk.. ‘Ya sudah tidak apa, wong namanya ngantuk koq, jangan dipaksa,’gumanku, dan aku hanya menjawab dengan mengangguk, syukurlah temanku tidak marah..mungkin juga tau akan raut muka kurang tidurku.
Jam 5.30 pagi, hari 1
sampailah dirumah temanku .. Rasa kantuk yang belum tuntas kembali datang menyeruak tatkala melihat kasur yang terlihat begitu empuk yang memang telah disiapkan untuk ku, terlihat amat menggoda, sampai-sampai temanku yang menawarkan sarapan kuabaikan dan langsung roboh dikasur tidur pulas dibawah selimut.
 Jam sudah diangka 9.00pagi, hari 1
ketika aku membuka mata.. “huffh..” sedikit menyesal karena seharusnya sesuai planing jam 7 pagi aku sudah lanjut menuju Sidoarjo, “tapi tak apalah Solo – Sidoarjo khan sekitar 5 jam .. masih bisa santai..santai..”,ujarku dalam hati untuk menenangkan dan menghibur diri.
Usai mandi, temanku sudah menyiapkan hidangan , sambil makan kami berbincang asyik hingga tidak terasa waktu begitu cepat berlalu rupanya.
Jam 12 siang, hari 1
aku dilepas dari Solo menuju Ngawi .. Niatku akan gas-pool untuk mengejar waktu,  namun aku juga menyempatkan diri untuk  berfoto-foto di tugu perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur, dan sempat berkenalan dengan para pemudik yang juga sedang mengambil foto. Sekitar 15 menit mengabadikan diri di tugu perbatasan tersebut, lalu saya melanjutkan perjalanan.
Baru melaju sekitar 30 menit melewati hutan Mantingan di Traffic light kota Ngawi, rupanya seorang teman telah menunggu duduk dengan manisnya, teman dari Club Beat yang tak bisa kutolak untuk mengajak sekedar minum teh , jadilah di Ngawi bertemu dengan beberapa teman lain dan berbincang cukup lama.
Jam 2:30 siang, hari 1
saya dilepas menuju Nganjuk.. Sedikit menyesal menyusup dibalik hati , maksud hati ingin mampir di wisata Budha Tidur di Mojokerto namun harus ditangguhkan. “Tapi tak apalah masih banyak waktu…” Dalam senyum saya menarik gas agak kencang , melewati Nganjuk-Jombang hari mulai gelap ketika sampai di Mojokerto. “Asyik” menikmati senja yang begitu cantik tanpa sadar aku kehilangan arah, seharusnya dipersimpangan sebelumnya ambil Kanan, buang banyak waktu jika aku harus putar arah meskipun jika mengikuti jalan akan menjadi lebih jauh dan berputar-putar. Sedikit khawatir aku bertanya pada pengendara disebelah saat berhenti dilampu merah, beruntung pengendara itu begitu baik menawarkan diri untuk mengantar ke tempat tujuan , dengan rasa tidak enak buru-buru aku menolak menginggat jarak dari tempat ini ketempat yang aku tuju memakan waktu sekitar 1 jam. Akan tetapi pengendara itu tidak berkeberatan sama sekali dan meminta aku mengekor dibelakangnya……
Tiba di alun-alun Sidoarjo pengendara itu menemaniku sampai teman-temanku datang . Sambil mengucap banyak terimakasih kami saling bertukar nomor telepon, berharap jalinanan persahabatan tetap terjaga. Dialun-alun Sidoarjo bersama teman-teman menikmati malam , lagi-lagi tak bisa menolak untuk menghabiskan hidangan. “Busyet sudah mati-matian mempertahankan berat badan, kini menyerah dan mulai pasrah saja,…. mulai menikmati liburan.”

 Usai makan , teman-teman mengajakku ke Tretes(wisata pegunungan Pasuruan), hingga jam 12 malam kami saling bertukar cerita , diselimuti dingin nya Tretes, aku terlelap dengan balutan hati senang.

Candi Jawi -Obyek Wisata Tretes-Pasuruan

Candi Jawi -Obyek Wiata Tretes- Pasuruan

landscape Obyek Wisata Tretes-Pasuruan

 
Jam 9 pagi, hari 2
usai sarapan saya dilepas diperbatasan Pasuruan menuju Probolinggo, melewati kota Probolinggo sempat istirahat sejenak di mini market untuk minum air dingin karena siang itu matahari begitu terik, hauuss. Sambil duduk diposko yang disediakan saya sembunyi-sembunyi untuk minum menggingat saat itu masih hari terakhir puasa. Didepan saya beberapa langkah juga duduk seorang laki-laki yang sedang menunggu istrinya. Dia melihat kearah saya yang langsung saya sambut dengan anggukan dan sedikit senyuman, tapi dibalas dengan tatapan yang tidak bersahabat oleh bapak tersebut. Nyengir kecut dengan tatapan terebut dan rasa tidak nyaman dengan suasana tadi, membuat saya ingin buru-buru  segera beranjak, dan “gubrakkk..” tidak hati-hati helm yang saya pegang terlepas dan jatuh. Membuat suasana semakin tegang, beberapa mata tertuju ke saya, tidak menunggu lama lalu tanpa basa basi saya langsung ambil ancang-ancang tancap gass sebisanya…wush…
Ahhh…..Lega rasanya memasuki kota Kraksan, sebentar lagi Paiton, lalu Situbondo kemudian Banyuwangi.

Di Situbondo aku sempatkan singgah disebuah rest area yang kemudian menjadi daftar tempat rest favoritku saat touring tepatnya Rest Area Utama Raya Banyu Glugur Situbondo disini sangat lengkap selain Rest area, coffee shop, restaurant, mushola, supermarket, hotel, spbu, dan toilet. Toilet-nya pun tersedia vip, bisa mandi air panas saat badan pegal-pegal.

Saat di Rest Area Situbondo

Jarak SidoarjoKetapang sekitar 6 jam. Sambil menikmati kota listrik-Paiton bilamana jika kebetulan kita melewatinya saat malam hari, maka akan terlihat indah sekali. Eitt tapi lupakan saja ya, jangan pernah lewat dimalam hari disini, jangankan malam, siang saja sepi. Didepan sana sesudah Banyuwangi ada Taman Nasional Hutan Baluran sepanjang 30 kilometer. Baru sesudah itu sampai di Pelabuhan Ketapang.

 Sepanjang Banyuwangi banyak sekali tempat wisata , kapal-kapal nelayan, hutan bakau tak kalah indahnya. Jika sempat dan ada waktu ke Banyuwangi masuklah ke Taman Nasional Hutan Baluran, dan objek wisata Pasir Putih, juga luangkan waktu untuk berfoto diwisata Watu Dodol

Monumen Patung Puteri-Banyuwangi

 ………………bersambung……………………………………………..
 
 catatan Dewi :
  • Sebenarnya dihari terakhir ramadhan ini saya ingin tetap menjalankan ibadah puasa seperti biasa, akan tetapi semua schedule diluar dugaan mau tidak mau saya harus memilih. Alasan kenapa saya ‘riding’ dihari yang semestinya saya rayakan bersama keluarga adalah saya adalah seorang karyawan yang sebagian besar waktunya terikat dengan jam kerja. Akan tetapi kebebasan berfikir membuat saya mengubah keterbatasan menjadi kesempatan. Bukan kah setiap hari saya berkumpul dengan keluarga? jika saya tidak melakukannya sekarang mungkin nanti keadaannya sudah berbeda
  • Prinsip saya : “lakukan yang saat ini saya bisa”, jika tidak dilakukan sekarang? Kapan lagi?

 

Dewi Siti Hawa Sosok ‘Lady Single Fighter’ Dari Cirebon

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Jika sampeyan mencari sosok gadis seperti ini pastilah akan amat kesulitan, seakan hanya ada 1000:1 dibumi nusantara ini. Cobalah anda cari dikota anda, satu cewek yang hobi touring berkendara dengan motor ke luar kota, dan sendirian lagi.

Dialah Dewi Siti Hawa, gadis kelahiran kota dengan sebutan kota Udang maupun kota Wali memanglah terlahir dan dibesarkan di kota yang ber-motto Berintan (Bersih Indah Tertib Aman). Jika sampeyan salah satu teman saya di facebook, mungkin telah kenal dengan dirinya, sosok gadis pemberani ini. Apalagi anda salah satu yang tergabung dalam klub motor Yamaha Byson.  Dulunya di facebook ia bernama Bianglala Senja, lalu belum lama ini doi merubah namanya menjadi Dewi Cirebon dan kini gadis yang suka dengan  potongan rambut cepak ini menggunakan nama aslinya.

Kenal dengan si penunggang Yamaha Byson ini di facebook semenjak Juli 2014, semakin ke sini semakin tertarik untuk mengenal lebih jauh tentang dirinya yang gemar akan sebuatan Single Fighter, sebuah sebutan di dunia roda dua yang menyebutkan bahwa seorang pengendara sepedamotor yang sering bepergian/touring keluar kota sendirian.

Dengan seringnya meng-upload foto-fotonya dibeberapa kota, hanya bisa berucap dalam hati, “hebat nih gadis kerjaannya touring melulu,” apalagi mengetahui kalo seringnya touring sendirian, hmmm tambah geleng-geleng kepala, berdecak kagum.

Dewi Siti Hawa- koleksi pribadi

Siapa sih sebenarnya sosok Dewi ini?

Doi merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara ini memiliki sifat introvert/cenderung menutup diri dan pendiam pastinya, boleh di bilang asal muasal kecintaan akan berpetualang touring sendirian dimulai semenjak duduk di bangku SMP. Yach disinilah petualangan Dewi dimulai…

Berpisah dengan teman kanak-kanak dan berganti bertemu dengan teman-teman barunya di SMP, ditambah ekstra sekolah Pramuka dan pencak silat. Hingga kelas 3 , dan bertemulah dengan anak-anak yang suka naik gunung/pendaki, mulailah Dewi gemar menikmati alam pegunungan, mendaki menjadi hobi barunya. Dari kelas 3 SMP hingga masuk ke Sekolah selanjutnya (yang kebetulan dia memilih Sekolah kejuruan) ia aktif sebagai pecinta alam. Gunung pertama yang ia daki sudah pasti Gunung Ciremai, gunungnya Cirebon kemudian Merapi Di Jogja, Papandayan-Garut, hingga Tanpomas-Sumedang.

Dalam perjalanan ke luar kota menuju gunung tersebut Dewi beserta rekan-rekannya pastinya naik bus, namun lama-kelamaan bosan juga Dewi yang disetiap perjalanan hanya duduk termangu…,BT

Seiring itu pula Dewi mulai senang naik motor, tidak tanggung tanggung motor laki Suzuki RGR milik ayahnya dan juga Vespa dia lahap tanpa berlatih dulu, hanya dengan melihat dan bertanya saja Dewi mampu mengendarai sepedamotor laki. Awalnya jalanan antar desa ia jelajahi, mulai menjauh dan melebar.

Waktu berlalu hingga Dewi Lulus sekolah menegah atas, ia tidak langsung kuliah tapi bekerja dulu, lalu bekerja sambil kuliah, dengan kemandirian hasil jerih payah ia bekerja akhirnya ia mampu membeli satu unit sepedamotor Yamaha Vega R. Nah dengan motor ini pula petualangan touring mulai meluas. Guci-Tegal, Garut, juga Bandung telah ia sambangi bersama teman-temannya  pecinta alam. Dan Dewi-lah yang selalu menjadi  ridernya/ yang didepan.

Drwi bersama moyor pertamanya Yamaha Vega R

Drwi bersama moyor pertamanya Yamaha Vega R

Tapi namanya juga banyak kepala tentunya banyak ide, yang terkadang berseberangan, hingga sering ribut-ribut akan tujuan, yang mana kebanyakan temannya menginginkan tujuan bepergian hanya digunung saja, beda dengan Dewi yang  ingin juga mengeksplore alam lain semisal pantai, waduk dan yang lainnya.  Dewi undur diri dari teman-temannya. Saat itu grup/komunitas di kotanya sepertinya tidak juga ada yang bisa menampungnya atau tidak sesuai motor yang dimilikinya. Akhirnya ia memutuskan berpetualang sendiri. Pantai-pantai terdekat, wisata air semisal air terjun, danau, waduk dan hutan ia sambangi. Begitu dengar ada destinasi/obyek baru ia  segera mendatanginya. Sampai-sampai hampir semua tempat yang ia ingini telah ia datangi. Hingga wilayah Jawa Tengah bagian barat dan Jawa barat telah banyak ia kunjungi.

Touring benar-benar menjadi kesenangan sejati Dewi, seakan menjadi candu untuk terus eksplore tempat-tempat indah kemanapun dan dimanapun. Dan kota Jepara pun berhasil ia rengkuh ditemani saudarinya yang berhasil dia rayu dan dia kasih tutup mulut hehehe…

Tahun 2009 menjadi saksi Dewi untuk kali pertama menapakkan ban roda-motornya ke pulau Dewata-Bali.

Dewi bersama Yamaha Byson

Dewi bersama Yamaha Byson

Dan akhirnya tahun 2013 awal, Yamaha Byson yang menjadi tunggangan Dewi. Dengan byson lah Dewi lebih mampu melakukan perjalanan yang lebih jauh lagi.

Dara yang bekerja di distributor consumergood Cirebon ini, mulai lebih banyak teman di media sosial facebook masuk ke komunitas/klub motor, dan menjadi anggota club terbina dan dibackup kapolres langsung (club motor di Cirebon yang dibina langsung oleh Kapolres Cirebon kota AKBP EKO, dan penasihat Kasat lantas AKP KURNIA dan di bina oleh AIPTU NGATIDJA yg akrab di sapa BANG DJOY)  juga tentunya akan lebih mengerti akan safety ridding, jadi benar-benar tau akan prosedural touring…aman.

Banyak impian dan cita cita kedepan dari Dewi, yang terdekat adalah ingin riding solo ke wilayah Indonesia Timur , dan impian terbesarnya adalah melakukan petualangan/ backpacker dan juga riding/berkendara ke luar negeri…wow amazing. well kita doakan saja impian dan cita-cita Dewi tersebut tercapai , amin YRA.

to be continued...

Nantikan kisah-kisah menarik solo riding di berbagai kota dari  Dewi Siti Hawa yach…!!!

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi saat di kota Subang

Dewi saat di kota Subang

Dewi saat di Semarang

Dewi saat di Semarang

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa

Dewi Siti Hawa