Jogoboro atau Jogo/jaga(penjaga) Malioboro atau sebuah instansi Unit Pelayanan Terpadu(UPT) di kawasan Malioboro dari Dinas Pariwisata Yogyakarta, memberi ketegasan bahwa melalui kanitnya yakni Syarif Teguh Prabowo angkat bicara perihal adanya wisatawan yang mengeluarkan unek-uneknya di sosial media terkait adanya oknum pengamen yang mengintimidasinya kawasan Malioboro.
Lagi lagi ‘the power of sosmed’ kembali manjur memberi kontribusi menjembatani keluhan masyarakat perihal ketidaknyamanan dikawasan Malioboro.
Kawasan pedestrian Malioboro yang diharapkan menjadi sebuah tempat yang nyaman untuk bersantai, duduk-duduk, dinodai dengan ‘pengamen’ yang memaksa untuk diberi imbalan. Inilah yang membuat rasa nyaman hilang.
Pengamen dalam tanda kutip tersebut diatas, yang mobile, pindah sana-sini atau keliling, menurut Kanit Jogoboro tadi bukanlah pengamen, melainkan gelandangan.
“Pengamen seperti itu sangat berhimpitan dengan perilaku sosial macam b*nci(waria), gelandangan dan anak jalanan. Dalam perda tersebut sudah dijeskan bahwa yang namanya pengamen itu tidak mobile (keliling-red), tapi menempati beberapa titik dan mereka tidak memaksa dalam mencari upah,” ujar Pak Syarif yang dihubungi tribunjogja via telepon(Minggu, 9/7/17).
Sebagai orang yang diberi amanah langsung oleh pemerintah Provinsi, Syarif ogah melabeli mereka dengan sebutan pengamen. Pasalnya keberadaan pengamen sudah diatur dalam peraturan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014.
Yang murni pengamen adalah mereka yang menetap disuatu tempat, dan menaruh suatu kotak untuk penghargaan musik mereka, dan idak memaksa untuk dikasih/beri uang.
Jogoboro tidak tinggal diam untuk menindak para pengamen imitasi tersebut, mereka akan di data, lalu dibina dan diarahkan,sesuai perintah Gubernur, pihaknya akan segera menertibkan keberadaan gembel, dan para gelandangan yang keberadaanya mengusik kenyamanan wisatawan.
Jogyes lah begitu…..tuh ga pemirsa?
.