
Baju pranakan – (sumber: Kraton Jogja)
Jika kita sering melihat sebagian kaum lelaki warga Jogja mengenakan busana atau pakaian lengkap adat jawa lengkap dengan ikat kepala (blangkon), baju lurik, bawahan jarik, dan terselip pendhok/keris) mereka boleh jadi seorang Abdi dalem yang sedang akan akan pulang dari Keraton Yogyakarta.
Dan pakaian dinas yang mereka kenakan tersebut, yakni baju yang dikenakan kaum lelaki dinamakan ‘peranakan’. Bentuk Pakaian peranakan ini tidak seperti kemeja/baju pada umumnya, karena potongan bagian depan berhenti di bagian ulu hati.
Terdapat 6 buah kancing di leher yang melambangkan rukun iman, serta 5 buah kancing di ujung lengan yang melambangkan rukun Islam(seperti kita kerahui bersama bahwa keraton Yogyakarta dibangun berlandaskan agama Islam) .
Model baju ini dinamakan demikian agar Abdi Dalem satu dan yang lainnya menjalin persaudaraan selayaknya saudara kandung atau satu keturunan/ peranakan.
Untuk bahan yang digunakan pada baju peranakan adalah kain lurik dengan motif telupat (garis berseling 3 dan 4) mungkin sejenis kaun tenun. Umumnya lurik yang dipakai berwarna biru tua atau biru laut yang menandakan kekhusyukan hati sedalam lautan. Bagi Darah Dalem (pangeran hingga cucu/wayah), boleh menggunakan lurik berwarna selain biru tua.
Disamping busana ‘peranakan’, ada model pakaian lain yang disebut atela. Baju Atela berwarna putih dikenakan oleh Abdi Dalem berpangkat Wedana ke atas pada upacara-upacara besar seperti Ngabekten & Garebeg. Selain atela putih, juga ada beskap atau atela berwarna hitam. Atela hitam dikenakan pada acara-acara tertentu, seperti Kondur Gangsa pada bulan Maulud.

Baju pranakan lurik hitam (kraton Jogja)

Baju peranakan Atela ( Kraton Jogja )
Demikan seputar pakaian kebesaran Abdi Dalem, semoga bermanfaat.
Sumber : Kraton Jogja
..
Jogja ttp istimewa dgn budayanya
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya betul mas
SukaSuka