
kusnantokarasan.com – Hari / tanggal ini “27 Mei” – 9 tahun yang lalu, mencoba mengingat-ingat detail detik-detik saat gempa terjadi di tanah kelahiran, di Bantul dan seantero Yogyakarta hingga merembet ke Klaten Jawa Tengah. Dan konon katanya dirasakan diseluruh pulau Jawa.
Sebenarnya kejadian ini tak mungkin, tak bakalan terlupakan seumur hidup, akan terus ada diingatanku, membayangiku, bahkan hingga saat ini, rasa ngeri, takut dan shock masih selalu hadir, terlebih bila mana mendengar getaran stationer mesin kendaraan besar semisal bus maupun truck saat berhenti. Begitu lah kira-kira rasa awal dimulainya gempa. Kejadian yang begitu dahsyat, yang mana seumuran 3 generasi baru merasakan pada saat itu, 27 Mei 2006. 3 generasi berbeda yakni seumuran Kakek, Bapak, dan saya, baru kali pertama merasakan hebatnya gempa, yang menurut para ahli, gempa di Bantul-Yogyakarta mencapai 5,9 SR (Skala Richter).
Pagi itu Sabtu 27 Mei 2006 cuaca cerah dalam akhir-akhir musim penghujan, sekitar pukul 5 pagi (WIB) saya telah bangun walau baru pulang kerja shift 2(pulang jam 10 malam), setelah mandi & sholat shubuh, mencoba untuk santai menikmati pagi dengan menonton televisi, saat itu saya sedang menonton siaran ulang acara balap MotoGP di Trans7. Baru beberapa saat menikmati serunya acara balap motor dunia kelas paling bergensi tersebut, sekitar pukul 5:55 mulai merasakan tanah yang bergerak, saya terhenyak, yang dilanjutkan dengan bunyi gesekan genteng yang bergerak, hingga menimbulkan bunyi gesekan yang mulai terasa keras. Getaran mulai terasa dan dirasakan bertambah kencang, dan tambah kencang lagi..gemuruh
“Lindu-lindu, metu-metu* !” teriak ayah mertua seakan mamanggil semua yang ada di dalam Rumah. (* =Gempa-gempa, keluar-keluar)
Dalam sekejap saya melompat dan berlari keluar dari kamar tamu dimana saya menonton TV. Dalam hitungan detik saya telah sampai dihalaman depan rumah , menghampiri istri dan anakku yang masih berumur 24 hari dalam gendongan istri. Disusul sekian detik kemudian Ibu mertua yang datang berlari dari dapur melalui jalan samping rumah. Ayah-Ibu mertua, aku, istri dan anakku dalam gendongan berpelukkan erat. Kami merasakan gempa semakin menjadi, kami berdiri dan kami merasakan tanah yang kami pijak bergoyang, bergoyang-goyang seperti tatkala kita berdiri diatas sampan di atas air. Tanah bergoyang bergerak kearah kanan-kir bergoyang kearah barat-timur. Dalam hitungan setengah menit saya melihat rumah mertua roboh, bagian atap roboh, lalu temboknya roboh, tembok rumah sebelah kanan kami menyusul roboh, disusul rumah tetangga sebelah kiri juga roboh, temboknya saling hantam, Lalu rumah depan kami, dimana kami berpijak juga menyusul roboh, semua rumah sekeliling kami roboh, rata dengan tanah. Terlihat seperti terkena bom. Kejadian begitu singkat begitu cepat, saya merasakan kebingungan-nge blank…(kata sang ahli hitungan lamanya gempa berdurasi dalam 57 detik). [keterangan tentang gempa silahkan klik disini]

Sebagian besar rumah roboh saat terjadi gempa (27mei.blogspot.com)
Ada apa ini?Gempa dari mana? dalam hati dan dalam pemikiran yang cepat saya mengatakan gempa ini pasti akibat gunung Merapi meletus sebab aktifitas gunung sedang aktif.
Gempa berhenti, dan kami tertegun, seakan terhipnotis dangan apa yang terjadi, kami bingung, kami linglung, lalu mertua menyarankan dan membawa kami ke pinggir kampung, ke arah timur. Kami berjalan diantara reruntuhan puing-puing rumah tetangga, di antara udara yang penuh dengan debu dari rumah-rumah yang roboh. Kami menuju pinggir kampung dekat kandang kelompok sapi, yang dekat dengan sawah yang ditanami tebu.
Saat itu kami hanya memikirkan diri masing-masing, hanya memikirkan keselematan kami sendiri-sendiri dari robohnya bangunan, tidak tau akan keadaan sekitar , keadaan tetangga beberapa puluh meter saja.
Anak-anak dan kaum wanita menangis histeris karena ketakutan. separuh kampung menuju ke arah yang sama dengan kami, tanpa dikomando, disusul yang terluka ringan. Kami pun saling menengok, saling mencari, siapa yang kurang diantara kami, siapa yang tidak ada diantara kami, diantara tetangga kami, siapa yang tidak ada dari anggota keluarga.

Ilustrasi
Kaum lelaki termasuk saya setelah sejenak duduk dan menenangkan istri, bersama warga lelaki yang lain, kami kembali ke pemukiman menuju rumah kami masing-masing, untuk mencari dan memanggil siapa yang tidak ada, dalam pandang putih udara karena debu tembok dan reruntuhan rumah-rumah, terdengar jeritan anak-anak disana-sini, ada yang pelilisnya berdarah, tangannya patah, kami membawanya ke tempat tadi. kami kembali lagi mencari-cari warga yang tidak ada.
Menit-menit terberat kami lalui, selang 1 atau dua jam gempa terjadi lagi, namun dengan getaran yang terasa tidak sekencang tadi, dengan intensitas sedang. Kembali kami mencari dan mencari.da yang masih selamat di antara reruntuhan, ada tetangga belakang rumah mencari istrinya, yang hampir satu -dua jam belum ketemu, sedang di belakang rumah juga telah diketemukan tetangga seorang ibu meninggalkan tertimpa reruntuhan, setelah mencari kesana kemari belum ketemu juga, sedang diperoleh keterangan bahwa sebelum gempa dia pamit memberi jalan sapinya dirancang kelompok. Jalur yang dilalui untuk ke arah kandang telah dicari dan dipastiakan tidak ada, hanya tinggal lorong sebelah kiri atau sebelah Timur rumah mertua yang belum dicari, itu dikarenakan lorong tersebut tertimbun dua tembok sekaligus, tembok rumah mertua dan rumah tetangga sebelah kiri. Kami pun lalu memutuskan mencarinya di titik itu, walaupun lorong hanya sepanjang kurang lebih sepuluh meter, namun saat itu terasa panjang sekali dimana kami mengorek-orek’ menyingkap reruntuhan dua tembok yang begitu tebal, hanya dengan tangan kosong. Dan, Inna lillahi wa Inna illahi rajiun, tepat ditengah lorong, ditemukan si ibu sudah tidak bernyawa tertimbun dua tembok tebak bangunan lawas rumah kami dan tetangga sebelah.

Suasana Rumah Sakit Umum Daerah P Senopati, selang beberapa waktu setelah gempa (kurnia-geografi.blogspot.com)
******

Kesedihan mendalam dan traumantik pada anak-anak…(oggix.com)
Sungguh getir terasa saat itu, kegetiran hati akan kagetnya gempa robohnya rumah, kehilangan anggota kerabat, melihat yang sakit. Namun kegetiran hati saat itu teredam dengan akan perasaan yang sama, sama sama kehilangan, sama-sama merasakan hal yang sama, yang sehat menolong yang sakit, warga saling bantu memberi pertolongan dan mencari yang belum ditemukan, bahkan hingga sore hari baru bisa diketemukan karena berada didalamnya rumah yang seluruhnya roboh dan rumah yang besar.

Ratapan seorang ibu (www.fotografer.net)
Setengah hari dilalui, dengan menguburkan yang meninggal (dalam kampung kami ada yang meninggal 11 orang), mengantar yang sakit parah ke rumah sakit, dan merawat yang luka-luka ringan. Sayapun mencoba mengorek-orek diantara reruntuhan rumah guna mencari pakaian bayi, popok-popok untuk anakku yang baru berumur 24 hari, bayi yang masih merah…sore mulai lewat, sebagian ibu-ibu yang lain mencoba memasak untuk semua, yang mana hampir 1/2 kampung kumpul di tempat itu………dalam setengah hari kami tidak memikirkan makan, tidak merasakan lapar…………….
Menyukai ini:
Suka Memuat...