kusnantokarasan.com – Mas dan mbak sekalian, PT Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan pemindahan lokomotif Bima Kunting pada Kamis (29/1). Tentunya ada alasan kuat mengapa lokomotif ini dipindahkan dari kebun Balai Yasa Yogyakarta ke Museum Benteng Vredeburg. Kedepannya lokomotif ini akan menjadi monumen baru untuk menumbuhkan kecintaan pada perkeretaapian dalam negeri.
Bima Kunting merupakan lokomotif buatan anak bangsa, pada kisaran tahun 1960an, menandakan bangsa Indonesia sebenarnya telah cukup maju dalam teknologi dan mampu menepis gencarnya bergabagai macam produk dan teknologi import.
Manager program non bangunan dari Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI, Wawan hermawan mengatakan, “Lokomotif Bima Kunting memiliki sejumlah ke-istimewaan. Selain iut, proses pembuatan dan penamaanpun lekat dengan Yogyakarta. Oleh sebab itu, cukup tepat jika di tempatkan di dalam Museum Bneteng Vredeburg.”
“Lokomotif ini dibuat pada tahun 1965, sebagai loko motif khusu untuk melangsir di Balai Karya (sekarang Balai Yasa Yogyakarta). Sebenarnya ada tiga lokomotif Bima Kunting yang dibuat dan dipreservasikan kali ini adalah yang ketiga. Saat ini Bima Kunting menjadi kebanggaan masyarakat Yogyakarta karena merupakan buatan dalam negeri.” Jelasnya ketika sitemui di sela persiapan pemindahan.
Lokomotif Bima Kunting mempunyai dimensi lebar 1.067 mm, digerakkan oleh motor diesel Domler Benz tipe M204B yang menghasilkan daya sebesar 12o daya kuda. Selama masa operasionalnya lokomotif ini digunakan sebagai lokomotif lansir yang berada di Balai Karya/ Balai Yasa.
“Unikny, ketika diresmikan pertama kal, penamaan Biam Kunting ini diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Bima mewakili Kekuatan, sementar Kunting mewakili kelincahan dan kegesitan,” ujar Wawan.
Sebagai lokomotif pertama buatan Indonesia ada sejumlah kesulitan dalam menyelamatkannya. Selain mengumpulkan suku cadang yang tercerai-berai, proses pengecetanpun sempat menimbulkan kebingungan.
Manager Produksi Balai Yasa Yogyakart- Miming Kuncoro mengungkapkan, proses penyelamatan Bima Kunting sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2007. Saat itu ada permintaan dari Dinas Kebudayaan DIY untuk menyelamatkan sarana perkeretaapian tersebut, namun saat itu PT KAI belum memberikan respon.
“Saat itu unit Heritage memang belum terbentuk. Istilahnya belum ketemu ‘kliknya’. Namun pada tahun 2012 setelah unit Heritage terbentuk, kembali ada permintaan dari dinas terkait. Saat itu baru ketemulah kesepakatan untuk menyelamatkan Bima Kunting, dan tahun ini baru terlaksana,” imbuhnya.
Proses restorasi Bima Kunting berlangsung cukup cepat. Pada akhir Oktober 2014 loko ini dipindahkan darikebun Balai Yasa.
“Pemindahan dari kebun ini juga tidak mudah, loko teronggok di tanah, bukan di rel. Semula kami menganggap rodanyasudah dicopot, anmun setelah dilakukan penggalian ternyata cuma terpendam. Setelah digali, loko diangkut memakai crane dan dimulailah proses perbaika yang berlansung hingga Desember 2014.” ujar Miming.
Berbagai kesulitan dialami dalam merestorasi Bima kunting, ketika di onggrokkan, sebagian komponen telah dilepas, tapi untungnya masih tersimpan di gudang balai Yasa. Proses restorasi meliputi pengembalian komponen pada tempatnya, meskipun nantinya hanya sebagai pajangan saja. Tapi ini pentiing untuk menjag keutuhan dan keaslian bentuknya.
“Yang cukup pelik adalah saat pengecetan.ketika di kebun, loko ini sempat di cat warna Biru. Tapi menurut para saksi hidup awalnya loko berwarna Kuning-krem, Hijau dan Merah. Setelah mlakukan diskusi yang panjang, akhirnya diputuskan menggunakan warna aslinya yakni warna era PNKA tersebut.
Sementara itu Kepala Bidang Sejarah Purbakala dan Museum Dinas Kebudayaan DIY, Erlina Hidayati menambahkan bahwa pewarnaan lokomotif juga berasal dari HB IX. Waarna Krem, Hijau dan Merah merupakan warna identik Kraton Ngayogyakarta. Selain penaman, warna berasal dari identitas Kraton yakni Pareanom. Kita semua tahu bahwa HB IX sangat nasionalis, Beliau sangat bangga dengan produksi dalam negeri termasuk lokomotif ini.” tambah Erlina.
Erlina melanjutkan, ” Setelah di bawa ke Vredeburg, loko ini akan ditempatkan di halaman depan sebelah Utara. Diharapkan akan menjadikan sarana edukasi untuk masyarakat untuk mengenal dan mencintai produk negeri sendiri.”
Banyak hal yang menjadi pertimbangan mengenai pemindahan ini, kita tahu bahwa Vredeburg merupakan titik yang memiliki ciri perintis, selain tentunya terletak di pusat kota yakni titik nol kilometer. Ha ini juga memudahkan masyarakat untuk mengapresiasikannya. Sesuai konsep perintisan ini, banyak hal bermula dari nol kilometer ini, misalnya perintis kemerdekaan. Sedangkan Bima Kunting adalah produk lokomotif pertama buatan dalam negeri, sehingga cocok dengan konsep tersebut.”
Setelah dipajang di Vredeburg, Lokomotif ini juga akan di lengkapi dengan papan informasi, dan berbagai keterangan teknis mengenai Bima Kunting.
Well kiat tunggu saja peresmiannya beberapa Minggu lagi,
Kepala Museum Benteng Vredeburg – Zaimmul Azah juga telah menyatakan kesiapannya dalam menyambut kedatangan wanaha baru tersebut, siap menjaga dan merawat, dimana akan meningkatkan kunjungan wiatawan ke Benteng Vredeburg.
Zaimmul Azzah menjelaskan, ” Tahun lalu kunjungan ke Vrdeburg mencapai sekitar 300 ribu pengunjung. Dengan keberadaan lokomotif Bima Kunting pastinya semakin menarik minat pengunjung.”
Demikian mas dan mbak info mengenai pemidahan Lokomotif Bima Kunting dari Balai Yasa ke Museum Benteng Vredeburg, yang jelas kini ada sarana baru di Vredeburg, jadi silahkan kunjungi Museum Bneteng Vredeburg untuk melihat lokomotif pertama buatan ana bangsa, ah jadi penasaran nih. tunggu beberapa waktu lagi yach..!!
(di lansir dan di sunting dari tribunjogja.com yang ditulis oleh Retno Ari Nugroho)